"Belajar Bikin Gambar AI dari NOL! GABUNG SEKARANG!

NILAI RAPORT KU RENDAH, KENAPA PAK?

Bagi guru, memberi nilai A atau B itu gampang, tapi nantinya akan jadi beban jika ternyata kemampuan siswa/i tidak sesuai antara nilai di atas kertas

Suatu hari ada seorang siswa
bertanya kepada guru, mengapa ia
mendapatkan nilai C. Padahal selalu
hadir dalam kelas, selalu mengerjakan
tugas, sering duduk depan, hingga
mengikuti ujian

Bagi guru, memberi nilai A atau B itu
gampang, tapi nantinya akan jadi beban
jika ternyata kemampuan siswa/i tidak sesuai antara nilai di atas kertas dengan keilmuannya.

Bagaimana kita mempertanggungjawabkan nilai yang
begitu bombastis ketika memasuki
dunia kerja?

Guru itu pun menjawab:
Tanda-tanda akhir zaman kali ya, ada
siswa protes pada saya gara-gara saya
kasih nilai C. Protes karena merasa selalu masuk kelas, selalu mengumpulkan tugas,
dan mengikuti ujian

Dulu saat sekolah, saya pernah
dapat nilai D. Padahal saya selalu
masuk, tapi memang tugas-tugas
dikerjakan alakadarnya dan ujian gak
belajar sama sekali, karena sibuk
organisasi. Saat itu saya termasuk
siswa rajin tapi gak cerdas
apalagi kreatif, wajar dapat nilai D.

Sakit hati memang dapat nilai jelek, tapi itu yang harus
saya telan dan saya gak berani protes ke guru, 
cuma bisa huhuhuhu (baca: mewek) di pojok ruang sendirian.

Ketika saya dapat
kesempatan melanjutkan S1. Dua
semester beruntun nilai saya A semua,
otomatis IPK 4,0. Di akhir masa kuliah ada nilai B tapi cuma satu, 
puncaknya nama saya disebut sebagai lulusan
terbaik di upacara yudisium.

Kalau ada temen yang bilang hebat ya nilaimu bagus, saya selalu jawab, 
"Profesor saya ngantuk waktu nyatet nilai saya, niatnya ngasih B atau C malah kepencet A."

Saya juga ingin protes ke dosen saya yang bergelar Doktor, Ph.D, atau Profesor.
Kenapa ngasih nilai A semua, cuma satu B-nya.
Saya ingin protes karena merasa gak layak, saya merasa bodoh, gak kuat nanggung beban seberat itu.

Pertanyaan yang baik itu bukan berapa
nilaimu, tapi apa skillmu? Nilainya bagus
tapi gvlk (baca: goblok), mending nilai biasa-biasa tapi skillnya luar biasa.
Pendidikan di sekolah SMK harus mengutamakan kemampuan,
keilmuan, keahlian, bukan cuma membanggakan nilai.

Saat ini lebih marak minuman rasa jeruk dibanding air jeruk beneran,
makanan rasa sapi dibanding daging sapi sungguhan

Memberikan nilai A bukan karena
penghargaan, tapi sebagai pecutan bagi
mahasiswa; nilaimu sebagus itu kamu bisa apa? Beda dosen beda kebijakan.

Saya gak bisa memberi nilai seragam, harus ada bedanya antara siswa cerdas,
kreatif, dan rajin, dengan siswa yang hanya rajin tapi gak cerdas apalagi kreatif.

Jangan sampai sekolah-sekolah SMK tempat mencetak agent of change malah
ikutan industri makanan dan minuman. Judulnya "Sari Jeruk"
tapi cuma air diwarnai dan ditambah perasa jeruk.
Gelarnya aja Lulusan Anak SMK Bisa Kerja, tapi dituntut skill gak bisa.

Baca Juga
Selanjutnya kalian mau dibuatkan artikel tentang apa? Tulis dikolom komentar ya!!!

Posting Komentar